Tindak Kriminal Serius

DPR mengundang kehebohan lagi. Kali ini bukan masalah tuntutan kenaikan gaji dan tunjangan, melainkan kasus hilangnya satu ayat dalam UU Kesehatan.

Kasus tersebut begitu heboh karena jalan ceritanya memang tidak lazim. Pasal 113 Undang-Undang Kesehatan yang sebelumnya telah disahkan dalam sidang paripurna DPR tanggal 14 September 2009, tiba-tiba mengalami perubahan dari tiga ayat menjadi dua ayat. Masalahnya adalah, perubahan itu terjadi tanpa melalui proses yang jelas dan resmi. Ayat dua (2) dari pasal tersebut hilang begitu saja ditangan DPR sebelum sampai tangan presiden.

Kejadian itu bisa dipandang dalam dua konteks, yaitu tidak disengaja dan disengaja. Jika tidak disengaja, maka sebabnya jelas, yaitu karena kecerobohan dan kesalahan teknis administrasi. Namun bagi penulis, kecil kemungkinan instansi sekelas DPR yang pegawainya bergaji tinggi melakukan ketidaksengajaan seperti itu. Mengingat bahasan dalam ayat yang hilang itu adalah rokok, maka nampaknya dugaan yang pertama ini terasa naïf.

Rokok di Indonesia merupakan produk yang sangat dilematis, sebab di satu sisi merupakan salah satu sumber utama pemasukan Negara, tetapi di sisi lain sangat membahayakan kesehatan masyarakat.

Masyarakat sulit untuk terlepas dari rokok karena memang nikotin yang terkandung dalam tembakau bersifat adiktif. Hal inilah yang kemudian diatur dalam ayat 2 pasal 113 UU Kesehatan. Jika ayat tersebut hilang, otomatis tembakau tidak dikategorikan sebagai zat adiktif secara legal, sehingga industri rokok tidak akan terkena pengaturan dan akhirnya memiliki kebebasan untuk memasarkan produknya secara luas. Inilah yang diharapkan para pengusaha rokok untuk mengembangkan usahanya dan memperkaya diri.

Akibat sifat dilematis itu, regulasi tentang rokok selalu menjadi perdebatan dalam proses penyusunan UU Kesehatan. Baru kali ini saja akhirnya bisa terwujud menjadi UU. Berbeda dengan UU Kesehatan yang lama, yaitu UU 23/1992, dimana pasal yang mengatur tentang tembakau tidak berhasil masuk.

Dengan demikian konteks kedua nampaknya lebih tepat, yaitu atas dasar kesengajaan dengan tujuan tertentu. Bisa jadi ada oknum anggota DPR atau pejabat pemerintah lainnya yang sengaja menghilangkan ayat itu demi menerima imbalan materi dari industri rokok. Dengan pesona harta dan modalnya yang melimpah, tentu saja industri rokok bisa melakukan hal seperti itu terhadap siapapun yang gila akan harta dan benda.

Menghilangkan sebuah ayat dalam RUU tanpa melalui proses yang resmi merupakan tindak kriminal serius dan pelanggaran berat kode etik legislatif. Dengan demikian, walaupun ayat yang hilang itu telah dikembalikan, kasus tersebut tetap harus diusut tuntas dan pelakunya harus segera ditemukan untuk selanjutnya ditindak tegas. Ini penting agar hal seperti itu tidak terjadi lagi, sehingga tujuan kebaikan dari suatu peraturan dapat benar-benar tercapai.

Leave a comment