Archive for the ‘Artikel Opini’ Category

Tindak Kriminal Serius

DPR mengundang kehebohan lagi. Kali ini bukan masalah tuntutan kenaikan gaji dan tunjangan, melainkan kasus hilangnya satu ayat dalam UU Kesehatan.

Kasus tersebut begitu heboh karena jalan ceritanya memang tidak lazim. Pasal 113 Undang-Undang Kesehatan yang sebelumnya telah disahkan dalam sidang paripurna DPR tanggal 14 September 2009, tiba-tiba mengalami perubahan dari tiga ayat menjadi dua ayat. Masalahnya adalah, perubahan itu terjadi tanpa melalui proses yang jelas dan resmi. Ayat dua (2) dari pasal tersebut hilang begitu saja ditangan DPR sebelum sampai tangan presiden.

Kejadian itu bisa dipandang dalam dua konteks, yaitu tidak disengaja dan disengaja. Jika tidak disengaja, maka sebabnya jelas, yaitu karena kecerobohan dan kesalahan teknis administrasi. Namun bagi penulis, kecil kemungkinan instansi sekelas DPR yang pegawainya bergaji tinggi melakukan ketidaksengajaan seperti itu. Mengingat bahasan dalam ayat yang hilang itu adalah rokok, maka nampaknya dugaan yang pertama ini terasa naïf.

Rokok di Indonesia merupakan produk yang sangat dilematis, sebab di satu sisi merupakan salah satu sumber utama pemasukan Negara, tetapi di sisi lain sangat membahayakan kesehatan masyarakat. Continue reading

Partai yang Oportunis

Pertarungan untuk merebut posisi ketua umum partai Golkar telah berakhir. Setelah melalui musyawarah yang sempat ricuh, Aburizal Bakrie akhirnya terpilih secara aklamasi dengan mengalahkan tiga kandidat lainnya.

Kemenangan tersebut diperoleh Ical (panggilan akrab Aburizal Bakrie) dalam Munas VIII partai Golkar beberapa hari yang lalu yang berlangsung di Pekanbaru, Riau. Ical berhasil memperoleh dukungan sebanyak 296 suara dan mengungguli pesaing terberatnya, yaitu Surya Paloh yang hanya memperoleh 240 suara dari total 536 suara yang diperebutkan. Sedangkan dua kandidat lainnya, yaitu Tommy Soeharto dan Yuddy Chrisnandi, sama sekali tidak mendapatkan suara.

Sebelum Munas berlangsung, banyak yang menduga dan yakin bahwa Ical akan terpilih sebagai ketua Golkar. Hal itu didasarkan atas kelebihan Ical yang secara awam dapat dipandang lebih unggul dari pada kandidat lainnya.
Selain memiliki modal materi (kekayaan) yang melimpah, Ical juga memiliki pengalaman organisasi yang luas. Beberapa kali dia menjadi petinggi pada organisasi besar dalam jangka waktu yang cukup lama, seperti misalnya ketua Kadin selama 10 tahun, ketua Persatuan Insinyur Indonesia selama 10 tahun, atau menjabat sebagai Menkokesra dalam kabinet pemerintahan SBY periode 2004-2009. Pengalaman dalam memimpin kerajaan bisnisnya yang meliputi bidang properti, asuransi, dan telekomunikasi, juga menjadi sebuah nilai tambah tersendiri. Continue reading

Bukan Sekedar Kain Bermotif

Perjuangan bangsa Indonesia melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata membuahkan hasil. Setelah melalui proses yang panjang, kalangan Internasional akhirnya mengakui Batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia.

Pengakuan tersebut disampaikan secara resmi oleh badan PBB bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) dengan menetapkan Batik sebagai Budaya Tak Benda Warisan Manusia (Intangible Cultural Heritage of Humanity). Bagi Indonesia, pengakuan itu sungguh berarti, sebab memiliki beberapa pengaruh positif, yaitu pertama, dapat menguatkan identitas nasional sebagai bangsa yang berbudaya dan kaya akan tradisi unik yang penuh makna.

Secara tidak langsung, Indonesia juga akan dikenal sebagai Negara Batik. Ini akan sangat berguna bagi perkembangan pariwisata di Indonesia, sebab ada sesuatu yang khas yang bisa dijual dan dibanggakan demi menarik para wisatawan mancanegara. Continue reading

Menjaga Syarat Sukses KPK

KPK yang merupakan aktor utama pemburu para koruptor, kini sedang melemah akibat berbagai permasalahan yang menimpanya. Praktis laju pemberantasan korupsi di negeri ini pun kian melambat dan tersendat.

Masalah yang menimpa KPK dimulai dari ditetapkannya Antasari Azhar sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran. Kemudian menyusul dua pimpinan KPK lainnya, yaitu Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto yang tersandung kasus penyalahgunaan wewenang.

Dua kasus ini kemudian “memaksa” Pemerintah mengeluarkan Perppu No 4/2009 sebagai revisi UU No 30/2002 tentang KPK, untuk dijadikan dasar dalam mengisi kepemimpinan yang kosong. Hal ini pun masih kontroversial, sebab KPK berpotensi kehilangan independensinya. Perppu tersebut dikhawatirkan akan menjadi alat bagi Presiden untuk memengaruhi dan mengontrol kerja KPK. Continue reading

Lingkaran Setan Kemiskinan

Banyaknya jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan sistem pendidikan yang baik dan lapangan kerja yang luas, ternyata hanya memunculkan fenomena kemiskinan yang selanjutnya menjelma menjadi sebuah lingkaran setan.

Kondisi tersebut tampak pada bangsa ini yang jumlah penduduknya mencapai sekitar 230 juta jiwa. Berdasarkan keterangan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), laju pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2009 sebesar 1,35 persen, atau 3,2 juta jiwa pertahun. Jika dihitung secara sederhana, maka pada tahun 2020 total penduduk Indonesia akan mencapai 265,2 juta jiwa. Benar-benar sebuah angka yang fantastis! Jika tidak segera ditangani, maka hal ini kelak akan menjadi permasalahan besar yang menyulitkan seluruh elemen bangsa.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab utama sulitnya Indonesia mengendalikan jumlah penduduk, yaitu pertama, kegagalan pemerintah dalam menjalankan program KB. Pasca reformasi dan implementasi otonomi daerah, pelaksanaan program KB cenderung stagnan. Hal tersebut tidak terlepas dari lemahnya komitmen politisi dan instansi KB di kabupaten/kota. Sosialisasi yang kurang efektif dan kelangkaan alat kontrasepsi akibat desentralisasi pelayanan kontrasepsi membuat kesadaran masyarakat untuk ber-KB semakin rendah. Continue reading

Menghormati dan Menyayangi Ozon

Pada tanggal 16 September ini, masyarakat di berbagai belahan dunia sedang memperingati Hari Ozon Internasional. Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Badan PBB bidang Lingkungan Hidup, United Nations Environment Programme (UNEP), dalam menindaklanjuti penandatanganan Protokol Montreal 16 September 1987. Maksud dari penetapan peringatan itu sendiri adalah untuk selalu menumbuhkembangkan kepedulian masyarakat internasional terhadap lapisan ozon.

Protokol Montreal merupakan kesepakatan Internasional untuk menghilangkan secara bertahap produksi dan konsumsi senyawa yang dapat merusak ozon, seperti misalnya klorofluorokarbon (CFC), halon, karbontetraklorida, dan metilkloroform. Senyawa perusak tersebut selanjutnya disebut dengan Ozon Depleting Substance (ODS). ODS pada umumnya sangat berguna bagi kehidupan manusia sehari-hari, seperti misalnya CFC yang digunakan pada mesin pendingin, aerosol pada spray, atau halon yang digunakan pada cairan pemadam kebakaran.

Protokol Montreal muncul sebagai sebuah usaha untuk mengantisipasi dan mengatasi terbentuknya lubang ozon yang semakin meluas. Lubang ozon pertama kali diketahui pada tahun 1985 berdasarkan laporan dari tim peneliti Antartika Inggris (British Antarctic Survey). Laporan tersebut menginformasikan bahwa antara tahun 1977 sampai 1984, kadar ozon di atas Halley Bay, Antartika, telah turun dengan drastis menjadi 125 unit Dobson. Sekedar perbandingan, antara tahun 1950 dan pertengahan 1970-an, kadar ozon masih berada pada angka 300 unit Dobson, yaitu setebal 3 mm pada suhu dan tekanan standar (Soemarwoto, 1992). Continue reading

Ganyang Dengan Prestasi

Selepas klaim Malaysia terhadap tari pendet Bali, arus kebencian rakyat Indonesia terhadap Malaysia semakin deras dan meluas.

Hal tersebut tampak misalnya pada berbagai forum di internet yang berisi ungkapan kemarahan netter Indonesia. Kebencian ini semakin diperparah oleh pelecehan yang dilakukan oleh netter Malaysia, seperti misalnya pada kasus yang diberitakan oleh media massa baru-baru ini, yaitu penghinaan terhadap lagu kebangsaan Indonesia Raya. Wajar jika akhirnya bangsa Indonesia tersulut emosinya, sebab apa yang telah dilakukan oleh Malaysia memang sudah berada pada taraf keterlaluan. Klaim-klaim Malaysia atas kekayaan dan potensi Indonesia sungguh merupakan hal yang sangat provokatif dan “ngawur”.

Namun ditengah kemarahan yang begitu besar, kita tetap harus bisa berpikir jernih. Bagaimanapun juga konfrontasi terbuka -seperti yang selama ini telah banyak diusulkan- sama sekali bukan cara yang bijak dan dewasa. Continue reading

Politik Common Sense

Dalam salah satu pernyataannya, Presiden SBY sempat melontarkan harapan agar Indonesia pasca Pilpres 2009 dapat segera memasuki era politik common sense (akal sehat). Pernyataan tersebut menimbulkan berbagai macam spekulasi mengenai apa sebenarnya yang dimaksudkan dan diinginkan oleh Presiden.

Munculnya spekulasi itu tidak terlepas dari kekurangjelasan makna common sense yang dilontarkan oleh Presiden SBY. Di sisi lain, politik akal sehat juga bukan hal yang sama sekali baru, sebab sebelumnya Dr. Sjahrir telah menggunakannya sebagai motto pada Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) yang beliau pimpin.

Dr. Sjahrir dalam bukunya yang berjudul Transisi Menuju Indonesia Baru memaknai politik akal sehat sebagai budaya pendidikan politik yang mengajarkan rakyat tentang hak-haknya sebagai warga negara, serta politik yang mengelola perbedaan dan bukan memaksakan persamaan. Tidak jelas benar apakah yang dimaksud oleh SBY sama dengan konsep yang dimiliki oleh Dr. Sjahrir atau tidak.

Di Indonesia, term common sense memang biasa digunakan dalam pengertian yang sama dengan akal sehat. Namun dalam ranah filsafat, common sense merupakan salah satu teori epistemologi yang maknanya lebih luas dari sekedar term “akal sehat”. G. E Moore (1873-1958), salah seorang filsuf yang banyak membahas tentang epistemologi, memaknai common sense sebagai suatu kemampuan terpadu antara aktivitas penginderaan dengan aktivitas kesadaran tentang objek benda material secara langsung (Mintaredja, 2003). Kemampuan ini selanjutnya akan menghasilkan keyakinan yang sifatnya universal, sehingga dalam batas-batas tertentu common sense memiliki pengertian yang hampir sama dengan kesepakatan bersama tentang pendapat yang sifatnya umum (consensus of common opinion). Continue reading

Berlapang Dada Untuk Kemajuan Bangsa

Pesta Demokrasi sudah hampir usai. Proses yang diawali dengan gegap gempita kampanye yang begitu meriah, akhirnya sudah melewati acara puncak, yaitu pencontrengan kertas suara yang dilakukan beberapa hari yang lalu.

Saat ini kita tinggal menunggu saja pengumuman resmi dari KPU mengenai siapa pasangan Capres-Cawapres yang meraih suara terbanyak. Pasangan itulah yang nantinya akan diberi amanah untuk memimpin bangsa ini 5 tahun kedepan.

Masa Kampanye pada Pilpres kali ini terasa begitu meriah. Tiga pasangan Capres-Cawapres, yaitu Megawati-Prabowo, SBY-Budiono, dan Jusuf Kalla-Wiranto, berlomba-lomba untuk meraih simpati publik. Jalan-jalan dipenuhi dengan berbagai macam alat peraga kampanye, seperti misalnya spanduk, baliho, umbul-umbul, poster besar, dan lain sebagainya. Situs internet, televisi, radio, ataupun koran, juga dipenuhi dengan iklan-iklan para pasangan Capres-Cawapres, baik yang dilakukan oleh tim suksesnya, ataupun oleh para simpatisan secara pribadi. Semua itu menimbulkan euforia tersendiri, yaitu pengidolaan dan fanatisme terhadap salah satu pasangan tokoh. Continue reading

Cermat Memilih Pemimpin

Beberapa hari lagi Bangsa Indonesia akan memilih dan menentukan pemimpinnya untuk lima tahun ke depan. Pilihan sudah ada, tinggal bagaimana kita mempertimbangkannya secara sadar dan cermat untuk selanjutnya memilih salah satu di antara mereka.

Untuk bisa menentukan pilihan ternyata tidak semudah yang kita bayangkan. Keputusan begitu sulit diambil, sebab pada dasarnya memang visi-misi dan program yang dibawakan oleh setiap calon Presiden-Wapres memiliki satu kesamaan tujuan, yaitu kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Niat dan tujuan yang sama bukan berarti harus dicapai dengan cara yang sama pula. Bahkan keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan biasanya sangat ditentukan oleh cara yang digunakan. Begitu juga dengan para Capres-Cawapres. Walaupun pada intinya mereka memiliki satu niat yang sama, yaitu untuk kebaikan rakyat dan negara, tetapi rencana program kerja yang ditawarkan belum tentu mampu menghasilkan kebaikan tersebut. Untuk itu, rakyat harus benar-benar cermat dan otonom dalam memilih salah satu Capres-Cawapres, sesuai dengan pemikiran dan hati nuraninya masing-masing. Continue reading