Menghormati dan Menyayangi Ozon

Pada tanggal 16 September ini, masyarakat di berbagai belahan dunia sedang memperingati Hari Ozon Internasional. Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Badan PBB bidang Lingkungan Hidup, United Nations Environment Programme (UNEP), dalam menindaklanjuti penandatanganan Protokol Montreal 16 September 1987. Maksud dari penetapan peringatan itu sendiri adalah untuk selalu menumbuhkembangkan kepedulian masyarakat internasional terhadap lapisan ozon.

Protokol Montreal merupakan kesepakatan Internasional untuk menghilangkan secara bertahap produksi dan konsumsi senyawa yang dapat merusak ozon, seperti misalnya klorofluorokarbon (CFC), halon, karbontetraklorida, dan metilkloroform. Senyawa perusak tersebut selanjutnya disebut dengan Ozon Depleting Substance (ODS). ODS pada umumnya sangat berguna bagi kehidupan manusia sehari-hari, seperti misalnya CFC yang digunakan pada mesin pendingin, aerosol pada spray, atau halon yang digunakan pada cairan pemadam kebakaran.

Protokol Montreal muncul sebagai sebuah usaha untuk mengantisipasi dan mengatasi terbentuknya lubang ozon yang semakin meluas. Lubang ozon pertama kali diketahui pada tahun 1985 berdasarkan laporan dari tim peneliti Antartika Inggris (British Antarctic Survey). Laporan tersebut menginformasikan bahwa antara tahun 1977 sampai 1984, kadar ozon di atas Halley Bay, Antartika, telah turun dengan drastis menjadi 125 unit Dobson. Sekedar perbandingan, antara tahun 1950 dan pertengahan 1970-an, kadar ozon masih berada pada angka 300 unit Dobson, yaitu setebal 3 mm pada suhu dan tekanan standar (Soemarwoto, 1992).

Padahal lapisan ozon di stratosfer (lapisan kedua dari permukaan bumi setelah troposfer) merupakan pelindung utama bumi. Gelombang pendek berenergi tinggi dari luar angkasa, termasuk sinar UV ekstrem, akan ditolak atau diserap oleh lapisan ozon. Dengan terbentuknya lubang ozon, maka praktis perlindungan akan berkurang dan sinar ultraviolet dapat masuk dengan bebas ke dalam bumi. Ini sangat merisaukan, sebab sinar ultraviolet sangat berbahaya bagi kehidupan, yaitu dapat mematikan jasad renik (termasuk plankton dan larva ikan), menghambat laju fotosintesis pada tumbuhan, dan menimbulkan berbagai penyakit pada manusia, seperti misalnya kanker.

Bukan Sekedar Kewajiban
Berdasarkan evaluasi ilmiah tahun 2006 tentang efek dari Protokol Montreal, diketahui bahwa Protokol itu telah cukup berhasil mengurangi kadar ODS dan sedikit memulihkan ozon di stratosfer. Hal tersebut ternyata tidak terlepas dari adanya sanksi perdagangan yang dikenakan kepada pihak yang melanggar perjanjian. Selain itu, juga ada insentif bagi pihak non-negara yang turut serta menandatangani protokol.

Walaupun terkesan “demi lingkungan”, keberadaan Protokol Montreal masih tetap sarat dengan paham Antroposentrisme, yaitu lebih mengutamakan kepentingan manusia dari pada hal lainnya. Lubang ozon ingin diatasi hanya karena sekedar berbahaya bagi kehidupan manusia, seperti misalnya menimbulkan penyakit dan memusnahkan sumber makanan manusia, bukan karena memang berdampak negatif terhadap lingkungan secara keseluruhan.

Dalam konteks mengatasi permasalahan, hal tersebut selanjutnya akan menimbulkan paradigma kewajiban dan keharusan, sehingga unsur keterpaksaan mendapatkan porsi yang lebih besar. Tidak heran jika akhirnya Protokol Montreal harus disertai dengan sanksi ataupun insentif sebagai pemicu. Jika tidak, bisa jadi pihak-pihak yang terlibat akan lebih sibuk melanggar perjanjian karena lebih memilih keuntungan ekonomi yang bisa didapatkan dari penggunaan ODS.

Idealnya, paradigma kewajiban haruslah diubah menjadi paradigma kasih sayang. Ozon harus dihormati bukan hanya karena berguna bagi manusia, tapi karena memang memiliki nilai pada dirinya sendiri. Dalam konteks kajian etika lingkungan, hal tersebut sejalan dengan Ekosentrisme. Ekosentrisme adalah sebuah teori etika lingkungan yang memperluas cakupan keberlakuan etika. Etika tidak hanya berlaku pada manusia dan unsur-unsur hidup saja, melainkan juga pada benda-benda mati sebagai bagian dari ekosistem secara keseluruhan (Borrong, 2000).

Bagaimanapun juga, ozon merupakan bagian dari ekosistem bumi selain manusia, dan dengan demikian haruslah dihormati serta disayangi layaknya sesama manusia. Jika ozon tidak dipandang secara fungsional dan antroposentrik, maka tentunya kita akan lebih tulus dalam menyelamatkan ozon. Usaha-usaha untuk menghilangkan penggunaan ODS dalam rangka “menambal” lubang ozon juga akan semakin ringan, sebab sudah didasarkan atas rasa hormat dan kasih sayang yang tulus ikhlas, bukan lagi karena paradigma keharusan atau kewajiban semata.

Leave a comment